Mahasiswa Pecinta Alam (MPA) Reksa Buana Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri berhasil menuntaskan kegiatan aplikasi materi Rock Climbing dan Vertical Rescue di Tebing Pegat, Tulungagung pada hari Jumat-Rabu, 12-17 September 2025 . Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang untuk menguji kemampuan teknis para anggota, tetapi juga menjadi wadah memperdalam pemahaman tentang akar organisasi serta kearifan lokal masyarakat setempat.
MPA Reksa Buana merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pecinta Alam yang berdiri sejak 21 Juni 1996. Hingga kini, organisasi ini memiliki tiga divisi utama: Gunung Hutan, Rock Climbing, dan Jurnalistik. Pendidikan dan pengembangan diri menjadi ciri khas organisasi, yang wajib dijalankan sesuai dengan AD/ART serta kalender kampus. Tahapan pendidikan dimulai dari Pendidikan dan Latihan Dasar, Pendidikan Lanjutan, Pendidikan Kunjungan, Pendidikan Aplikasi Materi, hingga Pendidikan Penempuhan yang menjadi puncak pendidikan anggota.
Menurut Ketua Umum MPA Reksa Buana, M. Al Rouvil, organisasi ini berperan penting sebagai sarana pengembangan minat dan bakat mahasiswa, baik dalam kegiatan alam bebas seperti penjelajahan hutan, maupun dalam pembentukan karakter dan kedekatan emosional antar anggota.
Pemilihan Tebing Pegat sebagai lokasi kegiatan juga memiliki nilai historis. Mbah Dugel (60), warga asli Desa Sawo, Campurdarat, Tulungagung, menjelaskan asal-usul nama Tebing Pegat. “Dahulu tebing ini menyambung (gandeng). Kemudian ada dua belut putih berkelahi hingga memutus tebing, jadilah dua bagian. Yang utara dianggap laki-laki, sedangkan yang selatan perempuan,” tutur Mbah Dugel. Ia menambahkan, tidak ada pantangan khusus di sekitar tebing, hanya saja diperlukan tata krama dan sikap saling menghargai.
Dalam kegiatan ini, peserta mempraktikkan sistem pemanjatan Himalayan dan teknik Vertical Rescue. Sistem Himalayan dilakukan secara bertahap yaitu pemanjat pertama (leader) naik dengan membawa perlengkapan, lalu membuat instalasi agar pemanjat kedua bisa menyusul menggunakan teknik tali tunggal (SRT). Pemanjat kedua bertugas membersihkan tali ganda (cleaning double rope) sebelum pemanjat pertama turun dengan rappelling.
Sementara itu, simulasi Vertical Rescue dilaksanakan dengan sistem katrol 3:1 menggunakan tali carmantel statis, dengan memanfaatkan pohon di sekitar tebing sebagai instalasi penyelamatan. “Materi ini sangat penting karena kami dituntut untuk benar-benar memahami detail teknik, mulai dari pemanjatan bertahap hingga sistem katrol penyelamatan. Selain keterampilan teknis, kegiatan ini juga melatih kekompakan tim agar setiap langkah bisa dilakukan dengan aman,” ujar M. Rafaiel (20), salah satu peserta aplikasi materi.
Pendamping kegiatan, Bunga Dwi, menuturkan bahwa tantangan terbesar adalah memastikan setiap pendamping menguasai penuh materi serta mampu menyesuaikan metode penyampaian kepada peserta. “Pendamping harus mampu memotivasi anggota, terutama ketika mereka mengalami ketegangan mental di tengah pemanjatan,” jelasnya.
Mantan Ketua Umum periode 2024/2025, Putri Aprilia, menekankan bahwa aplikasi materi ini merupakan tahapan penting setelah Pendidikan Dasar, Pendidikan Lanjutan, serta kunjungan sebelumnya. “Kegiatan ini sangat membantu dalam mengasah soft skill, kepemimpinan, serta manajemen risiko. Solidaritas antaranggota juga semakin terbentuk,” ungkapnya.
Untuk menunjang keselamatan, peserta diwajibkan melakukan persiapan fisik, seperti latihan memanjat, pemanasan, peregangan, serta menjaga pola makan sesuai kebutuhan kalori harian. Hal ini dilakukan agar terhindar dari risiko lemas, kram, atau bahkan jatuh saat pemanjatan.
Kegiatan aplikasi materi Rock Climbing ini menjadi bagian dari rangkaian pendidikan wajib dalam satu periode yang disusun matang oleh pengurus dan alumni. Popularitas MPA Reksa Buana kini semakin meningkat, didukung oleh aktivasi media sosial yang gencar serta rekomendasi dari berbagai mapala luar kampus. Harapannya, semakin banyak mahasiswa baru yang tertarik untuk bergabung dan melanjutkan tradisi organisasi yang sudah berusia hampir tiga dekade ini.


