Arbitrase, atau yang sering disebut sebagai pengadilan swasta, merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar jalur peradilan umum yang kini semakin diminati kalangan dunia usaha. Di Jawa Timur, lembaga arbitrase yang berwenang menangani perkara semacam ini adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Surabaya.
Menurut Dr. Huzaimah Al-Anshori, S.H.I., M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri, dasar hukum arbitrase di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
“Arbitrase merupakan lembaga peradilan swasta yang berwenang menyelesaikan sengketa di bidang bisnis, wanprestasi, dan perniagaan,” jelasnya.
Sejumlah kasus besar di Jawa Timur, seperti sengketa proyek Jembatan Brawijaya Kota Kediri, Alun-alun Kota Kediri, Politeknik, dan Rumah Sakit Gambiran 2, pernah memilih jalur arbitrase Surabaya sebagai forum penyelesaiannya.
“Biasanya, perusahaan besar yang memenangkan tender kemudian mengikat kontrak kerja sama mencantumkan klausul penyelesaian sengketa melalui arbitrase Surabaya,” tambah Dr. Huzaimah.
Setiap provinsi umumnya memiliki lembaga arbitrase sendiri. Salah satu keunggulan arbitrase dibanding pengadilan umum adalah sifat kerahasiaannya. Putusan arbitrase tidak dipublikasikan dan tidak menjadi yurisprudensi, sehingga menjaga privasi para pihak yang bersengketa.
Baca juga: Uniska Kediri Tampilkan Inovasi Pemuda di Youth Fest Kota Kediri 2025
Selain itu, arbiter atau hakim dalam proses arbitrase dipilih langsung oleh para pihak yang bersengketa, bukan ditunjuk oleh pengadilan negeri. “Dengan mekanisme ini, penyelesaian sengketa menjadi lebih cepat, efisien, dan profesional,” pungkas Dr. Huzaimah.
