Di Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri, setiap langkah mahasiswa adalah bukti bahwa pendidikan sejatinya milik semua orang — tanpa batas dan tanpa perbedaan. Di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), semangat kesetaraan itu hidup dalam keseharian, sebagaimana tercermin dari kisah inspiratif Titis Dwi Wilujeng, mahasiswi disabilitas Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris yang berhasil lulus tepat waktu dan akan diwisuda pada 29 November 2025 mendatang.
Lahir di Kediri pada 19 Oktober 1999, Titis terlahir dengan kondisi tuna daksa. Tangan kirinya tidak tumbuh sempurna; lengannya langsung tersambung ke jari. Namun di balik keterbatasannya, Titis tetap aktif dan penuh semangat. Ia gemar berenang, membaca novel, menggambar, serta menghafal nama-nama paten obat—kegiatan yang menemaninya di sela kesibukan kuliah dan bekerja di apotek. Sejak awal kuliah, ia juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR Uniska Kediri), tempatnya belajar arti kepedulian dan kerja sama.
“Hidup adalah proses belajar tanpa henti, dan saya ingin bisa bermanfaat bagi semua orang,” ujarnya dengan senyum tenang.
Bekerja di apotek tak membuat Titis berhenti mencari pengalaman baru. Ia justru memilih melanjutkan studi di Pendidikan Bahasa Inggris karena terinspirasi oleh gurunya semasa SD. “Guru saya dulu ngajarnya asyik, bisa memahami murid-muridnya, ada kuis-kuis juga. Dari situ saya termotivasi jadi guru seperti beliau,” tuturnya.
Selama kuliah, Titis merasa FKIP Uniska Kediri benar-benar menjadi rumah bagi semua. Ia tidak pernah mengalami perundungan, justru mendapat dukungan penuh dari teman-teman dan dosen. “Teman-teman nggak pernah membully, malah sering membantu kalau saya kesulitan, terutama saat pelajaran speaking,” kenangnya. Ia juga menuturkan bahwa para dosen selalu memotivasi mahasiswa agar berani bermimpi dan tidak gengsi mengejar cita-cita. “Saya paling ingat nasihat Pak Erwin (salah satu dosen di FKIP Uniska Kediri), katanya kerja apapun jangan malu, yang penting halal. Ada orang jualan bunga lulusan S1, tapi tetap semangat. Itu memotivasi saya,” ucapnya.
Kini, menjelang wisuda, perasaan haru dan lega menyelimuti dirinya. “Alhamdulillah, lega banget. Tanggung jawab di kampus sudah selesai,” ujarnya dengan mata berbinar.
Kisah Titis menjadi cermin nyata dari komitmen FKIP Uniska Kediri terhadap pendidikan inklusif. Koordinator Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Angga Prasongko, S.Pd., M.Pd., M.Han, menegaskan bahwa FKIP membuka ruang selebar-lebarnya bagi mahasiswa disabilitas. “Kami menerima dan mendukung penuh mahasiswa disabilitas untuk belajar dan berkembang. Karena semua orang berhak mengenyam pendidikan tanpa terkecuali,” tegasnya.
Bagi Titis, FKIP Uniska Kediri bukan sekadar tempat belajar, tetapi ruang tumbuh yang menghargai semua perbedaan. “Di sini semua setara, nggak ada yang dibedakan. FKIP mendukung dan menghargai mahasiswa disabilitas,” ujarnya. Ia pun berpesan kepada teman-teman disabilitas di luar sana, “Jangan pernah nyerah. Coba dulu, apapun yang kita lakukan pasti ada hasil yang membanggakan.”
Baca juga: Tim Debat Fakultas Hukum Uniska Kediri Buktikan Kualitas di Ajang IDJC UNESA 2025
Setelah lulus nanti, Titis berencana tetap bekerja di apotek atau mengajar di sekolah luar biasa (SLB). Baginya, yang terpenting adalah terus berproses dan tidak berhenti belajar. Kisahnya menjadi pengingat bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk tumbuh dan berkontribusi. Di FKIP Uniska Kediri, setiap mahasiswa punya tempat untuk bersinar. Di sini, pendidikan ada untuk semua karena kita semua setara.
