“Kebaruan dari penelitian ini adalah mengombinasikan nanourea, nanokalium berbahan dasar kulit pisang, dan nanosilika berbahan dasar sekam padi dalam bentuk nanofluid, yang kemudian diaplikasikan ke tanaman padi dan jagung manis,” ungkap Aulia Dewi Rosanti, S.Si., M.Sc., Ketua Tim Peneliti dari Universitas Islam Kadiri (UNISKA) Kediri. Inovasi ini lahir dari kolaborasi strategis dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan merupakan kelanjutan dari pengembangan pupuk nano “Kasil” yang sebelumnya sukses diterapkan pada tanaman jagung manis di tahun 2024.

Pupuk Nikasil menggabungkan tiga unsur hara esensial dalam bentuk nano—nanourea (Nitrogen), nanokalium (Kalium), dan nanosilika (Silika). Semua bahan ini berasal dari limbah organik: kulit pisang dan abu sekam padi. “Penggunaan pupuk konvensional secara berlebihan telah menimbulkan banyak permasalahan, mulai dari pencemaran lingkungan hingga inefisiensi penyerapan nutrisi oleh tanaman,” jelas Aulia. “Melalui pendekatan nanoteknologi, kami berupaya meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara secara signifikan dan menekan kehilangan nutrisi akibat pencucian dan limpasan air. Ini adalah langkah maju untuk pertanian kita yang lebih berkelanjutan.”
Teknologi sintesis menggunakan metode ultrasonikasi memastikan ukuran partikel nano sangat kecil, yakni antara 10–100 nm. Ukuran ini memungkinkan pupuk diserap lebih optimal oleh jaringan tanaman, sehingga meningkatkan efisiensi dan mengurangi pemborosan nutrisi.
Penelitian ini didanai melalui skema Penelitian Dasar Fundamental Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemdiktisaintek RI) selama dua tahun. “Pada tahun pertama, kami fokus pada sintesis nanourea dan aplikasinya pada tanaman jagung manis, dengan target luaran berupa publikasi jurnal internasional bereputasi terindeks Scopus Q3,” papar Aulia. Sementara pada tahun kedua, pengembangan diarahkan pada formulasi lengkap pupuk nanofluid Nikasil dan aplikasinya pada dua jenis tanaman: padi dan jagung manis. Target output pada tahun kedua ini adalah publikasi jurnal bereputasi Scopus Q2.
Koordinasi Penelitian Tim Peneliti UNISKA dan ITS pada tahun 2024, sebagai langkah awal kolaborasi pengembangan pupuk nano berbasis limbah organik untuk ketahanan pangan nasional.
Uji coba lapangan dilakukan dengan dua rancangan: Rancangan Acak Kelompok (RAK) non-faktorial untuk jagung manis dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk padi. Parameter yang diamati antara lain tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, panjang tongkol, berat tongkol, kadar kemanisan (untuk jagung), serta tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, dan persentase bobot gabah (untuk padi).
“Penelitian ini akan menghasilkan produk berupa pupuk nanofluid Nikasil dengan formulasi tepat yang dibutuhkan oleh tanaman pangan dan hortikultura,” tegas Aulia. “Apabila aplikasinya berhasil meningkatkan produksi, kami berharap produk ini dapat diproduksi secara massal dan didistribusikan kepada petani dalam bentuk nanofluid.”
Kolaborasi lintas keilmuan antara dosen Kimia dan Agroteknologi UNISKA menjadi kunci keberhasilan proyek ini. Tim UNISKA terdiri dari Aulia Dewi Rosanti, S.Si., M.Sc. (Ketua Peneliti), Fahmi Hidayat, S.Si., M.Si., Widyana Rahmatika, S.P., M.P., dan Nur Fitriyah, S.P., M.P. Sementara tim mitra dari ITS terdiri dari Prof. Dr. Yuly Kusumawati, M.Si., Ph.D. (Kepala Program Sarjana Kimia) dan Prof. Dr. Yatim Lailun Ni’mah, M.Si., Ph.D. (Kepala Prodi Sains Analitik dan Instrumentasi Kimia). Penelitian ini dilaksanakan mulai Juni hingga Desember 2025.
Baca juga: Ciptakan Pengalaman Nyata, UNISKA Kediri Gelar Praktikum Budidaya Melon Premium
Proyek pupuk Nikasil bukan sekadar prestasi akademik, melainkan representasi konkret visi Kampus Berdampak yang diusung UNISKA. Melalui riset berbasis kebutuhan masyarakat dan pemanfaatan limbah lokal menjadi solusi teknologi tinggi, UNISKA Kediri membuktikan diri sebagai perguruan tinggi yang hadir memberi solusi nyata atas persoalan bangsa, khususnya ketahanan pangan dan adaptasi terhadap krisis iklim. “Harapan kami, Nikasil bisa menjadi solusi nyata bagi petani Indonesia dalam meningkatkan hasil panen, terutama di tengah ancaman krisis pangan dan perubahan iklim,” pungkas Aulia.
