Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional sebagai wujud penghormatan terhadap perjuangan kaum santri dalam menjaga dan mengisi kemerdekaan. Tahun 2025 ini, peringatan Hari Santri mengusung tema “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia.” Tema tersebut mengandung makna mendalam: santri tidak hanya menjadi penjaga moral bangsa, tetapi juga aktor penting dalam membangun peradaban global yang berkeadaban. Sejalan dengan semangat itu, santri diharapkan tidak berhenti pada peran tradisionalnya di pesantren, melainkan terus memperluas kiprahnya dalam bidang pendidikan, sosial, dan teknologi.
Menurut Drs. Sukandar, M.Sy., dosen Agama Islam Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri, tema Hari Santri tahun ini mencerminkan kewajiban moral generasi penerus untuk menjaga hasil perjuangan para pendahulu. Ia menjelaskan bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan buah dari perjuangan para pahlawan yang menjadi wujud rahmat Allah SWT. Karena itu, menjaga kemerdekaan bukan sekadar mempertahankan simbol sejarah, tetapi juga memastikan nilai-nilai perjuangan tetap hidup dan relevan di setiap zaman. “Sebagai generasi penerus, kita wajib mengawal kemerdekaan demi kejayaan bangsa di era kehidupan manusia yang selalu mengalami perubahan,” ujarnya. Pandangan ini menegaskan bahwa semangat santri harus terus berkembang seiring perubahan zaman, dengan cara berkontribusi aktif melalui ilmu, moral, dan tindakan nyata.
Tantangan santri masa kini memang berbeda dengan generasi sebelumnya. Di era digital, arus informasi begitu cepat dan tidak selalu membawa kebenaran. Drs. Sukandar menekankan pentingnya kecerdasan dalam menyikapi informasi. “Seseorang harus cerdas dalam mengklarifikasi setiap berita, karena ada pihak-pihak yang memanfaatkan informasi untuk kepentingan tertentu, termasuk fenomena post-truth,” jelasnya. Dalam konteks ini, Uniska Kediri memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk aktif menyuarakan kebenaran dan memanfaatkan teknologi digital sebagai sarana perjuangan nilai-nilai keilmuan dan keislaman. Peran santri dan civitas akademika menjadi sangat penting dalam menjaga literasi digital yang beretika.
Peran santri dan kampus Islam seperti Uniska Kediri juga meluas pada kontribusi nyata terhadap kemajuan bangsa. Menurut Drs. Sukandar, Uniska Kediri dapat berperan melalui optimalisasi pendidikan, peningkatan kualitas akademik, serta memperluas kerja sama dengan berbagai pihak. “Perguruan tinggi Islam harus berpartisipasi aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tuturnya. Hal ini sejalan dengan misi Uniska Kediri untuk membentuk lulusan yang berilmu, berakhlak, dan berdaya saing global, menjadikan santri modern bukan hanya penjaga nilai, tetapi juga agen perubahan sosial.
Dengan semangat Hari Santri Nasional 2025, Uniska Kediri meneguhkan komitmennya untuk terus menjadi ruang tumbuh bagi generasi santri yang berpikir kritis, berjiwa moderat, dan berperan aktif dalam membangun peradaban. Santri bukan lagi sosok yang terbatas pada bilik pesantren, tetapi pribadi pembelajar sepanjang hayat yang mampu menjembatani nilai-nilai spiritual dengan kemajuan teknologi. Dari ruang-ruang kuliah Uniska Kediri, semangat itu terus dikawal, menuju Indonesia yang merdeka, berilmu, berakhlak, dan berdaya saing global.
